Beberapa hal yang
sering dipertanyakan dalam kajian Thaharah (Istinja’)
Pentingnya Bersuci/Thaharah dalam kaitannya dengan
Ibadah Sholat
عَنْ أَبِيهِ أُسَامَةَ بْنِ عُمَيْرٍ الْهُذَلِيِّ قَالَ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَقْبَلُ
اللَّهُ صَلَاةً إِلَّا بِطُهُورٍ وَلَا يَقْبَلُ صَدَقَةً مِنْ غُلُولٍ ﴿رواه ابن ماجه﴾
Usamah bin Umair Al Hudzaili ia berkata; Rasulullah ﷺ bersabda: "Allah tidak menerima shalat kecuali dengan bersuci, dan tidak menerima
sedekah dari harta curian." (HR. Ibnu Majah:267,
Tirmidzi:1,)
وَعَنْ أَبِىْ هُرَيْرَةَ ؓ قَالَ: قَالَ
رُسُوْلُ اللهِ ﷺ : اِسْتَنْزِهُوْا مِنَ الْبَوْلِ فَاِنَّ عَامَّةَ عَذَابِ
الْقَبْرِ مِنْهُ ﴿رواه الدارَقُطني والحاكم﴾
Dari Abu Hurairah ؓ ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda: Bersihkan diri kamu
dari air kencing, sebab kebanyakan siksa kubur daripadanya (akibat tidak beres
dalam membersihkannya). وَلِلْحَاكِمِ: اَكْثَرُ عَذَابِ
الْقَبْرِ مِنَ الْبَوْلِ, وَهُوَ صَحِيْحُ الْاِسْنَادِ.
اِنَّهُ ﷺ مَرَّ بِقَبْرَيْنِ فَقَالَ:
اِنَّهُمَايُعَذِّبَانِ اَمَّا اَحَدُهُمَا فَكَانَ يَمْشِيْ بِالنَّمِيْمَةِ
وَاَمَّاالْاٰخَرُ فَكاَنَ لاَ يَسْتَنْزِهُ مِنَ الْبَوْلِهِ ﴿متفق عليه﴾
“Sesungguhnya Nabi ﷺ melewati dua buah kuburan,
ketika itu Beliau bersabda “kedua orang yang ada dalam kubur ini disiksa.
Seorang disiksa karena mengadu domba orang, dan yang seorang lagi karena tidak
ber-istinja’ dari kencingnya.” (HR. Bukhari-Muslim)
1.
Mencari tempat ketika akan buang air
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ اتَّقُوا اللَّاعِنَيْنِ قَالُوا وَمَا اللَّاعِنَانِ يَا رَسُولَ اللَّهِ
قَالَ الَّذِي يَتَخَلَّى فِي طَرِيقِ النَّاسِ أَوْ ظِلِّهِمْ
(ABUDAUD - 23) : Dari Abu Hurairah bahwasanya
Rasulullah ﷺ
bersabda: "Takutlah kalian terhadap perihal dua orang yang
terlaknat." Mereka (para
sahabat) bertanya; "Siapakah dua orang yang terlaknat itu wahai
Rasulullah?" Beliau menjawab: "Yaitu orang yang buang air besar di
jalanan manusia atau tempat berteduhnya mereka."
2.
Jangan menghadap ke arah Kiblat atau
membelakanginya
عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ : قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَتَيْتُمْ الْغَائِطَ فَلَا
تَسْتَقْبِلُوا الْقِبْلَةَ بِغَائِطٍ وَلَا بَوْلٍ وَلَا تَسْتَدْبِرُوهَا
Dari Abu Ayyub Al Anshari
ia berkata, Rasulullah Shallahu 'alaihi wa Sallam bersabda: " Jika engkau
buang hajat maka janganlah menghadap kiblat atau membelakanginya, baik buang
air besar ataupun air kecil. (HR Tirmidzi:8)
Asy Syafi'i berkata;
"Bahwasannya makna dari sabda Nabi ﷺ "Janganlah kalian menghadap kiblat atau
membelakanginya ketika buang air besar atau kecil" adalah di tempat yang
terbuka. Adapun jika di dalam bangunan yang tertutup maka di sana ada
keringanan untuk menghadap ke arah kiblat." Seperti ini pula yang
dikatakan oleh Ishaq bin Ibrahim.
Sedangkan Ahmad bin Hanbal
Rahimahullah mengatakan; "Keringanan ketika buang air besar atau kecil
dari Nabi Shallahu 'alaihi wa Sallam itu hanya untuk membelakanginya, adapun
menghadap ke arahnya tetap tidak diperbolehkan." Seakan-akan Imam Ahmad
tidak membedakan di padang pasir atau dalam bangunan yang tertutup untuk
menghadap ke arah kiblat."
3.
Membaca do’a sebelum masuk WC,
عن أنسِ بنِ مالكِ ؓ قال: كَانَ النَّبِيُّ ﷺ اِذَا
دَخَلَ الْخَلاَءَ قَالَ: اَللّٰهُمَّ اِني اعوذبك منَ الخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ
﴿اخرجه السبعة﴾
Dari Anas bin Malik ؓ berkata: Apabila Nabi ﷺ (akan)
masuk ke WC Beliau berkata: Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu
dari setan laki-laki dan setan perempuan. (HR. Imam yang tujuh)
4. Membaca basmalah
ketika akan masuk ke WC, karena kalimat basmalah itu berfungsi untuk menutupi
aurat manusia dari penglihatan jin. Sebagai terdapat dalam kitab Shahih al-Jami’:
سَتْرُ مَابَيْنَ أَعْيُنِ الْجِنِّ وَعَوْرَاتِ بَنِيْ اٰدَمَ إِذَا دَخَلَ
الْكَنِيْفَ أَنْ يَّقُوْلَ بِسْمِ اللهِ ﴿صحيح الجمع: الشيخ محمد نصير الدين
الابانى﴾
“Penutup aurat anak Adam dari pandangan jin ketika masuk WC
adalah dengan mengucapkan bismillȃh”.
5.
Disunahkan ketika selesai
buang air kecil untuk mengurut kemaluan dengan tiga
kali urut.
عَنْ
عِيسَى بْنِ يَزْدَادَ الْيَمَانِيِّ عَنْ أَبِيهِ قَالَ :
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا بَالَ أَحَدُكُمْ فَلْيَنْتُرْ ذَكَرَهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ﴿رواه ابن ماجه﴾
Dari Isa bin
Yazdad Al Yamani dari Bapaknya ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Jika salah seorang dari
kalian kencing hendaklah mengurut kemaluannya tiga kali." (HR. Ibnu
Majah:321)
6. Bagaimanakah
cara/posisi ketika buang air?
Posisi yang diajarkan ketika buang air adalah
dengan posisi jongkok;
عَنْ
الْمِقْدَامِ بْنِ شُرَيْحِ بْنِ هَانِئٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ مَنْ حَدَّثَكَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَالَ قَائِمًا فَلَا تُصَدِّقْهُ أَنَا رَأَيْتُهُ يَبُولُ
قَاعِدًا ﴿ابن ماجه :۳۰۳﴾
Dari Miqdam bin
Syuraih bin Hani` dari Bapaknya dari Aisyah ia berkata; "Barangsiapa menceritakan kepadamu bahwa Rasulullah ﷺ kencing
dengan berdiri maka janganlah engkau membenarkannya, karena aku melihat beliau
kencing dengan duduk." (HR. Ibnu Majah:303,
)
وَعَنْ سُرَقَةَ بْنِ مَالِكٍ ؓ قال: عَلَّمْنَا
رسولُ اللهِ ﷺ فِى الْخَلاَءِ اَنْ نَقْعُدَ عَلَى الْيُسْرَى, وَنَنْصِبَ
الْيُمْنَى, ﴿رواه البيهاقى بسندٍ ضعيف﴾
Dari Suroqoh bin Malik ؓ ia berkata: Rasulullah ﷺ
mengajar kita tentang (cara) buang air besar, hendaklah kita duduk di atas kaki
kiri dan mengencangkan kaki kanan. (HR. Baihaqi)
Abu Ihsan al-Atsari menyatakan; buang hajat dianjurkan
mengambil posisi duduk (maksudnya jongkok) agak miring ke sebelah kiri dan
menekan pinggul yang sebelah kiri tersebut. Posisi seperti ini dapat membantu
untuk mengeluarkan semua ampas-ampas yang tersisa dalam perut.
Hendaklah mendehem ketika akan
selesai buang air agar membantu keluarnya sisa-sisa kotoran yang tertinggal,
sebab sangat dimungkinkan kotoran yang belum tuntas akan keluar ketika sudah
bangkit dari buang air.
7. Bagaimanakah
hukum kencing dengan berdiri?
Makruh
hukumnya buang air kecil sambil berdiri, dan ini merupakan status larangan yang
paling ringan. (الوسيط فى الفقه العبادات : العلمه عبد العزيز محمد عزم
والعلمه عبد الوهاب سيد هوس)
Kencing sambil berdiri diperbolehkan sebagai
rukhsah/keringanan dalam keadaan tertentu, hal ini didasarkan atas beberapa
hadits sebagai berikut:
عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ أَتَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُبَاطَةَ قَوْمٍ فَبَالَ قَائِمًا ثُمَّ دَعَا بِمَاءٍ
فَجِئْتُهُ بِمَاءٍ فَتَوَضَّأَ ﴿رواه البخارى:۲۱۷﴾
Dari Hudzaifah ia berkata, "Nabi ﷺ mendatangi tempat pembuangan sampah suatu
kaum, beliau lalu kencing sambil berdiri. Kemudian beliau meminta air, maka aku
pun datang dengan membawa air, kemudian beliau berwudlu." (Bukhari:217, )
عَنْ
حُذَيْفَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَى سُبَاطَةَ
قَوْمٍ فَبَالَ عَلَيْهَا قَائِمًا فَأَتَيْتُهُ بِوَضُوءٍ فَذَهَبْتُ
لِأَتَأَخَّرَ عَنْهُ فَدَعَانِي حَتَّى كُنْتُ عِنْدَ عَقِبَيْهِ فَتَوَضَّأَ
وَمَسَحَ عَلَى خُفَّيْهِ …. وَحَدِيثُ أَبِي وَائِلٍ عَنْ حُذَيْفَةَ أَصَحُّ وَقَدْ رَخَّصَ
قَوْمٌ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ فِي الْبَوْلِ قَائِمًا ……. ﴿رواه الترمذى۱۳:﴾
Dari Hudzaifah berkata; "Nabi ﷺ pernah
mendatangi tempat pembuangan sampah suatu kaum, lalu beliau kencing sambil
berdiri. Aku pergi agar menjauh dari beliau, namun beliau justru memanggilku
hingga aku berada di sisinya, kemudian beliau berwudlu dan mengusap
khufnya." ………Sedangkan hadits Abu Wa`il dari Hudzaifah adalah
hadits yang paling shahih. Sebagian ahlu ilmu telah
memberi keringanan kencing sambil berdiri." …."
(HR. Tirmidzi:13, Nasa’i:27,28,)
عَنْ
حُذَيْفَةَ أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَى سُبَاطَةَ قَوْمٍ
فَبَالَ عَلَيْهَا قَائِمًا ﴿رواه:ابن ماجه:۳۰۱﴾
Dari Hudzaifah ia berkata; "Rasulullah ﷺ pernah
mendatangi tempat pembuangan sampah suatu kaum lalu kencing dengan
berdiri." (Ibn
Majah:301)
وَقَدْ رُوِيَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
مَسْعُودٍ قَالَ إِنَّ مِنْ الْجَفَاءِ أَنْ تَبُولَ وَأَنْتَ قَائِمٌ
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud, ia berkata;
"Sesungguhnya termasuk perangai buruk apabila kamu kencing dengan
berdiri." (Hasiyah Sunan Tirmidzi:12)
8.
Bagaimanakah cara istinja’ sebagai awal
kesempurnaan wudhu’ dan shalat seseorang?
a.
Hendaklah ber-istinja’ dengan tangan kiri. Hadits dikabarkan oleh Salman al-Farisi:
نَهَانَا أَنْ
نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ لِغَائِطٍ أَوْ بَوْلٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ
بِالْيَمِيْنِ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِأَقَلَّ مِنْ ثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ أَوْ
أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِرَجِيْعٍ أَوْ بِعَظْمٍ ﴿رواه مسلم﴾
“Rasulullah
ﷺ
melarang kami menghadap kiblat ketika sedang buang air besar atau kencing, atau
ber-istinja’ dengan tangan kanan atau dengan batu kurang dari tiga biji atau
dengan kotoran atau tulang.”(HR. Muslim)
b.
Jika ber-istinja’ dengan batu saja maka hendaklah sekurang-kurangnya dengan
tiga buah batu atau tiga buah sisi batu dengan syarat tempat najis benar-benar
bersih. Hadits yang dikabarkan oleh Jabir Ra. Rasulullah ﷺ bersabda:
إِذَ اسْتَجْمَرَ أَحَدُكُمْ فَلْيُوْتِرْ ثَلاَثًا ﴿أحمد و بيهاقى و ابن ابو
شيبه﴾
“Jika
salah seorang di antara kamu ber-istinja’ dengan batu (istijmar), maka
hendaklah ia mengganjilkan tiga kali.”
Imam
Asy-Syafi’i dan Imam Ahmad mewajibkan penggunaan tiga batu atau lebih dalam
istijmar (ber-istinja’ dengan batu atau semisal selain air) berdasarkan hadits
Jabir tersebut. (الوسيط فى الفقه العبادات : العلمه عبد العزيز محمد عزم
والعلمه عبد الوهاب سيد هوس)
نَهَانَا أَنْ
نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ لِغَائِطٍ أَوْ بَوْلٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ
بِالْيَمِيْنِ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِأَقَلَّ مِنْ ثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ أَوْ
أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِرَجِيْعٍ أَوْ بِعَظْمٍ ﴿رواه مسلم﴾
“Rasulullah
ﷺ
melarang kami menghadap kiblat ketika sedang buang air besar atau kencing, atau
ber-istinja’ dengan tangan kanan atau dengan batu kurang dari tiga biji atau
dengan kotoran atau tulang.”(HR. Muslim)
c.
Bolehkah ber-istinja’ dengan tisu WC/Toilet?
Boleh juga
di sini menggunakan batu atau benda suci lainnya yang dapat mengangkat najis
dan bukan benda yang dimuliakan, serta dengan semua benda yang dapat
menghilangkan najis tanpa membatasi jenisnya. (الوسيط فى
الفقه العبادات : العلمه عبد العزيز محمد عزم والعلمه عبد الوهاب سيد هوس)
Cara yang
paling afdhal adalah mengawali istinja’ dengan batu kemudian diikuti dengan
air. Penggunaan batu di awal dapat
menghilangkan materi najisnya, sementara penggunaan air setelahnya dapat
menghilangkan bekasnya. (الوسيط فى الفقه العبادات :
العلمه عبد العزيز محمد عزم والعلمه عبد الوهاب سيد هوس)
d.
Bagaimanakah jika dalam ber-istinja’ hanya dengan
batu atau air saja?
Diperbolehkan
dalam ber-istinja’ mencukupkan diri dengan hanya menggunakan satu media
istinja’ saja, dan yang paling afdhal dalam hal ini adalah menggunakan air
sebab air bisa menghilangkan benda najis dan bekasnya. (الوسيط فى الفقه العبادات : العلمه عبد العزيز محمد عزم والعلمه عبد الوهاب
سيد هوس)
e.
Cara istinja’ dengan menggunakan air sama caranya dengan membersihkan najis
mutawasithah (sedang), yakni digosok dan di basuh dengan air muthlaq bukan
hanya diusap dengan air.
f.
Disunnahkan membaca do’a setelah selesai buang air dan keluar keluar dari
WC dengan do’a:
غُفْرَنَكَ ﴿احمد, ابودود, ِالنسائ, الترمذى, ابن ماجه, ابن حبان, الحاكم,
الدارمى, ابن جارود, البخارى, ابن السنى, عن عائشة﴾
terima kasih atas informasinya sangat bermanfaat sekali,,
BalasHapusTerima kasih atas penjelasannya...
BalasHapus